Apoteker; Cerdas Menjadi Provider BPJS
Tanggal 1 Januari 2014 kian dekat. Sekira 40% rakyat Indonesia bakal ter-cover untuk kali pertama. Presiden bahkan menyebut sebanyak140 juta jiwa (Sukabumi, 21/10). Provinsi Jawa Barat yang berpenduduk 46 juta jiwa (BPS Provinsi 2012), sekitar 20 juta diantaranya berhak mendapatkan layanan BPJS.
Apotek sebagai bagian dari penyelenggara pelayanan kefarmasian harus berhati-hati. Sistem kapitasi yang akan diterapkan oleh BPJS akan memaksa Apoteker untuk cerdas mengelola keuangan. Besaran kapitasi obat yang dipekirakan hanya berkisar Rp 3.200,- s/d Rp 3.800,- bagi 10.000 jiwa dengan tingkat morbiditas 15% dan rerata per lembar resep seharga Rp 18.000,- saja bisa menjungkirbalikkan mimpi keuntungan.
Kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan BPJS kepada fasilitas pemberi layanan atas sejumlah tertentu peserta dengan cara dibayar di muka (pra upaya). Besarnya pembayaran adalah sesuai dengan hasil kesepakatan antara BPJS dengan asosiasi fasilitas di wilayah yang bersangkutan (Ps.24 UU40/2004).
Sistem kapitasi sesungguhnya adalah menyerahkan risiko pengelolaan dan penggunaan anggaran kepada penyelenggara/pemberi layanan kesehatan (apotek/klinik dst). Apoteker (Penanggungjawab) yang menyadari akan hal tersebut memang harus cerdas berstrategi untuk mensiasati keadaan.Mengikuti pelatihan managemen keuangan akibat sistem kapitasi yang diselenggarakan oleh Asapin bisa menjadi sangat menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar